Cara Cek Kista Ovarium Sendiri Dan Mengenali Gejalanya

Cara cek kista ovarium sendiri

Dalam bidang kesehatan perempuan, pengetahuan dan perawatan diri yang proaktif merupakan langkah yang sangat berharga. Salah satu aspek yang sering diabaikan namun penting dari perawatan diri ini adalah memantau dan memeriksa kesehatan ovarium Bunda sendiri.

Meskipun umum terjadi, kista ovarium terkadang luput dari perhatian hingga menjadi masalah. Dengan mengambil pendekatan proaktif dan mempelajari cara memeriksa kista ovarium, perempuan tidak hanya dapat menjaga kesejahteraan mereka tetapi juga mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang tubuh mereka.

Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi pentingnya pemeriksaan mandiri untuk kista ovarium, menjelaskan prosesnya, dan menyoroti manfaat potensial dari deteksi dini.

Mengenal Kista Ovarium

Ovarium merupakan organ reproduksi vital dalam sistem reproduksi wanita. Wanita biasanya memiliki dua ovarium, yang masing-masing terletak di kedua sisi perut bagian bawah.

Ovarium memainkan peran sentral dalam siklus menstruasi dengan melepaskan sel telur untuk pembuahan dan memproduksi hormon seperti estrogen dan progesteron, yang mempengaruhi berbagai aspek kesehatan wanita, termasuk menstruasi, kehamilan, dan kepadatan tulang.

Ilustrasi kista ovarium
Ilustrasi kista ovarium (sumber: Cleveland Clinic)

Kista ovarium sendir merupakan kantong berisi cairan yang terbentuk di dalam ovarium. Kista ini relatif umum dan seringkali jinak, artinya tidak bersifat kanker. Ukurannya bisa bervariasi dan bisa berkembang karena berbagai alasan, seperti selama siklus menstruasi atau karena kondisi medis tertentu.

Meskipun sebagian besar kista ovarium tidak menimbulkan gejala dan dapat sembuh dengan sendirinya, beberapa di antaranya dapat membesar, menyebabkan rasa tidak nyaman, atau menyebabkan komplikasi.

Pemantauan dan deteksi dini kista ovarium sangat penting untuk memastikan kesehatan reproduksi dan kesejahteraan wanita secara keseluruhan.

Penyebab Kista Ovarium

a. Usia

Kista ovarium sebenarnya bisa terjadi pada siapa saja tanpa mengenal usia. Naun seiring bertambahnya usia wanita, ovarium mungkin mengalami kista sebagai akibat dari proses alami ovulasi, di mana ovarium melepaskan sel telur.

Kista ini seringkali tidak berbahaya dan dikenal sebagai kista fungsional. Namun, dalam beberapa kasus, terutama setelah menopause, risiko kista menjadi tidak normal atau bersifat kanker dapat meningkat.

b. Kehamilan

Kehamilan, terutama saat masuk trimester kedua, dapat mempengaruhi perkembangan kista ovarium. Selama kehamilan, kista korpus luteum, yang terbentuk setelah pelepasan sel telur, biasanya tetap berada di ovarium.

Dalam kasus yang jarang terjadi, benjolan ini dapat membesar atau menimbulkan rasa tidak nyaman. Selain itu, perubahan hormonal tertentu selama kehamilan dapat memengaruhi ovarium, sehingga berpotensi menyebabkan pembentukan kista.

c. Endometriosis

Endometriosis adalah suatu kondisi di mana jaringan yang mirip dengan lapisan rahim tumbuh di luar rahim, seperti pada ovarium, kandung kemih, vagina, rektum, tuba falopi, bahkan di usus besar.

Jaringan ini dapat menempel pada ovarium dan membentuk benjolan berisi darah atau kista yang disebut endometrioma atau kista coklat. Kista ini merupakan ciri khas endometriosis dan dapat menyebabkan rasa sakit serta masalah kesuburan.

d. Konsumsi obat kesuburan

Bunda yang sedang mengkonsumsi obat kesuburan atau terapi hormon agar lebih cepat hamil sangat dianjurkan untuk leih hati-hati dalam mengkonsumsi obat tersebut. Sebab salah satu efek samping yang mungkin muncul adalah berkembangnya kista ovarium akibat ketidakseimbangan hormon yang disebabkannya.

Meski begitu kista yang terbentuk sebagai respons terhadap obat kesuburan biasanya bersifat sementara dan biasanya hilang dengan sendirinya setelah pengobatan selesai.

e. Riwayat penyakit

Bunda yang pernah memiliki kista ovarium umumnya akan lebih rentan terkena lagi dibanding mereka yang belum pernah mengalaminya. Terkadang jumlah dan ukurannya pun bisa lebih besar dibanding gejala sebelumnya.

Kista ovarium juga akan lebih mudah muncul pada Bunda yang memiliki keluarga denga riwayat penyakit kanker ovarium, kanker payudara, atau kanker usus besar

f. Operasi pada ovarium

Prosedur operasi pada ovarium dapat menyebabkan luka atau pembentukan jaringan parut yang dapat mengganggu fungsi ovarium dan berkontribusi pada perkembangan kista baru.

Selain itu, pembedahan itu sendiri terkadang dapat mengakibatkan terbentuknya kista pasca operasi selama proses penyembuhan.

g. Berat badan lebih

Meski bukan penyebab langsung kista ovarium, memilki berat badan lebih diklaim bis meningkatkan risiko kista ovarium. Obesitas berlebih seringkali dikaitkan dengan perubahan hormon dalam tubuh, termasuk meningkatkan level estrogen yang dapat berpengaruh pada perkembangkan kista ovarium.

Ciri-Ciri dan Gejala Kista Ovarium

Kista ovarium yang masih dalam tahap awal umumnya tidak akan menampakan gejala tertentu. Namun bila kista sudah membesar, apalagi sampai pecah, maka Bunda bisa merasakannya melalui beberapa ciri-ciri berikut ini.

  • Lebih sering buang air kecil
  • Nyeri saat buang air besar dan melakukan hubungan intim
  • Nyeri pada area panggul, sebelum atau selama siklus menstruasi
  • Mual dan muntah
  • Perut mengalami kembung dan terasa seperti ditekan
  • Perubahan siklus menstruasi

Cara Cek Kista Sendiri?

Mengingat kista ovarium terjadi pada organ dalam, akan sulit untuk memeriksa kista sendiri hanya dengan meraba area tersebut dari luar.

Bila Bunda mengalami beberapa gejala di atas secara tiba-tiba, Bunda bisa memeriksakannya ke dokter dan mendiagnosanya dengan beberapa cara berikut.

1. Ultrasonography (USG)

Salah satu cara umum untuk mendiagnosis kista ovarium adalah melalui tes pencitraan seperti Ultrasonography (USG). Dengan cara ini, dokter bisa melihat kemungkinan kista, serta mengetahui bentuk, ukuran, lokasi dan meninjau apakah kista berisi jaringan padat atau cairan.

Dalam beberapa kasus, CT scan atau MRI mungkin disarankan untuk memberikan informasi lebih rinci tentang kista, terutama jika terdapat kekhawatiran mengenai kompleksitasnya atau jika kista dirasa akan menyebabkan gejala yang signifikan.

2. Tes Darah

Untuk melengkapinya, dokter juga umumnya melakukan tes darah untuk memeriksa beberapa kadar hormon, seperti luteinizing hormone (LH), follicle stimulating hormone (FSH), hingga estradiol.

Tes darah lain, seperti CA-125, dapat digunakan untuk mengukur kadar protein tertentu dalam darah. Peningkatan kadar CA-125 terkadang dapat dikaitkan dengan kista ovarium, terutama bila ada kekhawatiran mengenai kemungkinan kanker ovarium. Namun, kadar CA-125 juga dapat meningkat karena berbagai alasan lain, sehingga tes ini tidak spesifik untuk kista ovarium.

Meksi begitu tes ini sering digunakan pada wanita di atas usia 35 tahun, yang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami kanker ovarium.

3. Laparoskopi

Prosedur ini sering dilakukan bila terdapat kecurigaan adanya kista ovarium atau kelainan panggul lainnya berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik, atau tes pencitraan (seperti USG atau CT scan). Selama laparoskopi, dokter bedah dapat memvisualisasikan ovarium secara langsung, menilai ukuran dan karakteristik kista, serta menentukan lokasi dan dampaknya terhadap struktur di sekitarnya.

4. Biopsi

Jika kista ovarium terdeteksi dan tampak mencurigakan atau menimbulkan gejala, dokter bedah dapat melakukan biopsi atau melakukan kistektomi (pengangkatan kista) selama prosedur laparoskopi.

Biopsi atau pengangkatan tersebut memungkinkan dilakukannya pemeriksaan jaringan kista secara lebih detail untuk mengetahui sifatnya, misalnya jinak atau ganas (bersifat kanker).


Meskipun sebagian besar bersifat jinak dan dapat sembuh dengan sendirinya, deteksi dini tetap penting.

Mendeteksi dan mengatasi kista ovarium sejak dini tidak hanya mengurangi risiko komplikasi dan potensi ketidaknyamanan namun juga memberikan ketenangan pikiran mengenai kesehatan Bunda secara keseluruhan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama